Berikut ini foto-foto prototipe kit untuk percobaan pengendalian posisi/kecepatan motor dengan menggunakan kendali digital berbasis sistem mikroprosesor.
Komponen utama adalah sebagai berikut
Motor DC 12 volt tipe 775
Poros utama 8 mm
Pillow bearing 8mm
Rotary Encoder 400 pulse , poros 6 mm
Dua buah Pelat Aluminium 5mm sebagai momen inersia
closed loop timing belt dengan panjang 160 mm
Pulley GT2 dengan poros 8 mm (untuk dipasang di poros utama)
Pulley GT2 dengan poros 6 mm (untuk rotary encoder)
Kit Kendali Motor Digital dalam keadaan terbuka
Penutup diperlukan agar melindungi kit praktikum dan memudahkan penyimpanan.
Kit Kendali Motor Digital dalam keadaan tertutup
Berikut ini komponen utama yaitu motor 12 volt tipe “775”, atau lengkapnya GRS-775-PH-3865DF-12,0VDC GT2017 C.
Motor tipe 775
Sebagai momen inersia menggunakan 2 buah pelat aluminium dengan tebal 5mm dengan diameter 12 cm.
Tepat di balik pelat aluminium dipasang sebuah pillow bearing sebagai dudukan poros.
Poros dan pillow bearing
Rotary encoder 400 pulsa sebagai sensor posisi dan kecepatan motor. Outputnya berupa sinyal digital yang dibaca oleh sistem mikroprosesor
Poros utama dihubungkan ke rotary encoder dengan closed loop timing belt dengan panjang 160 mm. Terdapat pulley di masing-masing poros.
Timing belt dan pulley
Motor dihubungkan ke poros utama dengan flexible coupling. Nampak juga dudukan poros menggunakan pillow bearing.
Flexible Coupling
Output dari sistem mikroprosesor (Arduino, ARM dan sebagainya) tidak cukup kuat untuk menggerakkan motor. Untuk itu perlu diperkuat dulu dengan motor driver.
Contoh pertama adalah motor driver yang populer: L298N yang menggunakan komponen aktif dengan teknolgi BJT (Bipolar Junction Transistor).
Motor driver L298NMotor driver L298N
20 unit Motor Driver L298N
Sebagai alternatif motor driver adalah IC TB6612FNG yang menggunakan teknologi MOSFET
Berikut ini beberapa foto terkait STM32F103. Nantinya akan dilengkapi dengan hasil-hasil percobaan dengan STM32F103
Board STM32F103 “Blue Pill”
Layout PCB STM32F103
STM32F103 Pinout Diagram
STM32F103 Pinout Diagram
Pemrograman
Upload program ke STM32F103 dapat dilakukan dengan 3 cara:
Menggunakan bootloader internal yang dapat diaktifkan dengan mengubah setting pin BOOT0 menjadi 1. Pada mode ini program dapat dimasukkan menggunakan port serial yang terhubung pada PA9 dan PA10. Port serial pada STM32F103 menggunakan level TTL 3.3 volt, sehingga perlu konverter USB to serial 3V3 supaya dapat dihubungkan ke PC/Laptop.
Menggunakan pin SWD (Serial Wire Debugging). Untuk programming cara ini mesti menggunakan modul ST LINK V2
Menggunakan bootloader USB. Bootloader dapat menggunakan port USB untuk memasukkan program sehingga lebih praktis dibandingkan bootloader internal. Bootloader USB ini mesti dimasukkan menggunakan bootloader internal ataupun SWD.
Upload program ke STM32F103
Bootloader
Serial (TX1/RX1, atau pin PA9 dan PA10) : Built in bootloader yang tersambung ke port serial 1 di STM32F103
SWD (DIO/DCLK, atau pin JT): STLink v2
USB (D+/D- atau pin PA11 dan PA12)Custom boot loader, yang dapat dihubungkan ke USB
Salah satu custom boot loader yang sering dipakai adalah STM32duino bootloader, yang memungkinkan pemrograman STM32F103 dengan menggunakan IDE Arduino. Petunjuk instalasinya ada di https://github.com/rogerclarkmelbourne/STM32duino-bootloader
Pengembangan
Pembuatan software untuk STM32 ini dapat dilakukan dengan berbagai cara:
The most detailed guide on programming and debugging BluePill under Linux with IDE http://www.shortn0tes.com/2017/10/the-most-detailed-guide-on-programming.html
Berikut ini 2 buah pemanas air tipe celup, yang menggunakan tegangan 220 volt:
Pemanas air celup
Kedua pemanas ini berbeda konstruksi dan ukuran, namun dayanya kurang lebih sama, 300 ~ 400 watt.
Pemanas air ATN
Pemanas Air ATN 350 wattPemanas Air ATN
Pemanas Air Gen Star
Mengukur daya pemanas air ini cukup mudah dengan menggunakan pengukur daya Energy Meter TS-838
Berikut hasil pengujian:
No
Merek
Model
Tegangan terukur
Daya tertulis
Daya terukur
Daya 220 volt (teoritis)
1
GEN STAR
tidak ada
207 volt
350 W – 450 W
325 W
367.1 W
2
ATN
D-021
207 volt
350 W
310 W
350.16 W
Penjelasan
Daya diukur pada tegangan 207 volt, karena pada saat pengukuran tegangan dari PLN adalah 207 volt. Nampak bahwa daya terukur kurang dari daya yang tertulis pada produk tersebut. Hal ini masuk akal, karena rumus daya (P) adalah P=V*V/R , sehingga kalau tegangan kurang dari 220 volt, maka wajar kalau daya kurang dari yang tertulis.
Setelah diukur, dihitung berapa daya yang akan dipakai kalau tegangannya adalah 220 volt, bukan 207 volt. Caranya dengan menghitung resistansi/tahanan (R) dan dari situ menghitung daya (P) untuk tegangan 220 volt.
Pada kasus 1:
P = V * V / R
makaR = V * V / P = 207*207/325
P pada 220 volt = 220 * 220 / R = 220 * 220 / (207*207/325) = 367.1 watt
Kesimpulan angka ini masih sesuai dengan yang disebutkan pada produk, yaitu antara 350 watt sampai dengan 450 watt.
Pada kasus 2:
R = V * V / P = 207*207/310
P pada 220 volt = 220 * 220 / R = 220 * 220 / (207*207/310) = 350.16 watt
Kesimpulan angka ini masih sesuai dengan yang disebutkan pada produk, yaitu 350 watt.
Kedua pemanas ini hanya on off, jadi tidak dapat dikendalikan dayanya. Jika ingin dikendalikan, dapat menggunakan lamp dimmer atau rangkaian pengendali berbasis Arduino seperti di https://arduinodiy.wordpress.com/2012/10/19/dimmer-arduino/
Pada Arduino Nano dan Arduino UNO terdapat pin dengan nama ‘5V’. Menurut nama pin tersebut, seharusnya pin tersebut bertegangan 5 volt, namun ternyata tidak selalu demikian.
Berikut ini beberapa board Arduino yang akan diukur tegangan pin ‘5V’-nya.
Board Arduino Nano Clone mirip, namun nampak ada perbedaan kecil pada kedua board tersebut.
Berikut ini hasil pengukuran pin ‘5V’ pada 2 buah board Arduino Nano Clone (KW), dan 1 buah board Arduino UNO (ORI). Sumber tegangan menggunakan 2 macam, yaitu pertama melalui kabel USB, dan kedua melalui pin VIN pada board Arduino.
Board
Output 5V dengan Power dari USB (Desktop PC)
Output 5V dengan Power VIN dari adaptor 7,5 volt
Arduino Nano KW specimen 1
3.37 volt
4.97 volt
Arduino Nano KW specimen 2
4.6 volt
4.92 volt
Arduino UNO ORI
4.89 volt
4.98 volt
Kesimpulan
Tegangan supply dari USB menghasilkan tegangan pada pin ‘5V’ yang bervariasi
Tegangan supply dari pin VIN menghasilkan tegangan ‘5V’ yang lebih konsisten mendekati 5 volt.
Arduino UNO ORI memberikan hasil tegangan ‘5V’ lebih bagus untuk power dengan USB.
Dalam beberapa rangkaian elektronika diperlukan tegangan referensi yang presisi, misalkan untuk ADC (analog to digital converter) ataupun untuk DAC (digital to analog converter). Untuk itu diperlukan tegangan referensi yang tegangannya tepat sesuai yang diinginkan, dan relatif stabil terhadap perubahan catu daya maupun temperatur.
Regulator seperti LM7805 dan LM78L05 kurang cocok karena regulator ini dirancang untuk memberikan arus besar, bukan untuk memberikan tegangan yang tepat.
Berikut ini komponen tegangan referensi yang tersedia di pasaran Indonesia:
Foto menurut http://olx.co.id/iklan/thermo-controller-il-80en-tew-IDkZBJk.html
Kardus TEW IL-80ENTampak depan TEW IL-80EN dan sensor ThermocoupleTampak belakang TEW-IL-80ENTampak Belakang TEW IL-80EN
Analisis gambar:
Terminal 1 & 2 dipakai untuk memasang sensor thermocouple (singkatan TC)
Terminal 3 & 5 dipakai untuk dipasang ke jala-jala listrik 220 volt
Terminal 7 & 8 dipakai untuk ke beban (pemanas) 220 volt
Terminal 6 , 7 & 8 di dalam terhubung ke suatu relay, yang merupakan sakelar listrik. Sakelar ini diatur ON jika temperatur terlalu dingin (supaya pemanas menyala), dan OFF jika temperatur sudah cukup panas. Normalnya pemanas dipasang antara 7 & 8.
Prosedur ujicoba yang disarankan, pertama-tama cek dulu apakah pengendali bekerja normal, dan sensor bekerja normal.
Jangan dipasang ke jala-jala 220 volt dulu
Cek dengan multitester, apakah terminal 6 & 7 terhubung, atau 7 & 8 terhubung. Menurut gambar di atas, pada kondisi normal, terminal 6 & 7 terhubung, sedangkan 7 & 8 tidak terhubung.
6, 7 & 8 jangan disambung dulu ke jala-jala listrik
pasang sensor thermocouple ke terminal 1 & 2
pasang jala-jala listrik 220 volt ke terminal 3 & 4
Ubah-ubah setelan temperatur di panel depan. Ketika setelan temperatur di bawah temperatur kamar, seharusnya relay terhubung antara 6 & 7, sedangkan kalau setelan temperatur di atas temperatur kamar (misal 50 derajat), maka seharusnya relay ON (7 & 8 tersambung) untuk menyalakan pemanas. Biasanya perubahan ON/OFF ini dapat terdengar suaranya dari relay yang bekerja, atau dapat diukur dengan mengecek sambungan di terminal 6,7 & 8
Jika percobaan point 6 berhasil, dapat disimpulkan pengendali temperatur sudah bekerja dengan baik, sensor sudah terpasang dengan benar
Prosedur instalasin dengan pemanas
Sama seperti percobaan sebelumnya, hanya di sini terminal 7 disambung ke salah satu kabel 220 volt, dan terminal 8 disambung ke pemanas. Terminal pemanas yang lainnya disambung ke kabel 220 volt yang satunya (seperti pada skema tersebut).
Pada tulisan ini diuraikan pembuatan antena coaxial collinear untuk perangkat penerima sinyal ADS-B (Automatic Dependent Surveillance Broadcast) dengan frekuensi 1090 MHz.
Setiap elemen adalah kabel coaxial dengan panjang mengikuti panjang gelombang yang diinginkan:
Elemen dasar antena collinear
Perhitungan panjang elemen:
frekuensi = 1090 MHz
Kecepatan cahaya dalam vakum = 3E8 = 300000000 m/s
Propagation velocity kabel Hansen 50 ohm adalah 84%, artinya kecepatan rambat sinyal dalam kabel tersebut adalah 3E8 m/s x 84%.
lambda = panjang gelombang pada kabel = c/f = 3E8 * 0.84 / 1090 MHz
Panjang elemen = 0.5 x lambda x propagation velocity = 0.5 x 3E8 x 0.84 /1090MHz = 116 mm
Jadi diperlukan elemen dengan panjang masing-masing 116 mm.
Pada antena ini dipilih jumlah elemen 12, dengan pertimbangan cukup panjang sehingga lebih sensitif, namun masih cukup pendek untuk dapat dibawa-bawa.
Pembuatan Antena Coaxial Collinear
Tahap pertama adalah memotong kabel koaksial. Pada setiap ujung disisakan kabel inti sekitar 5 cm, untuk disolder ke selubung pada elemen sebelahnya. Jadi panjang total setiap kabel yang dipotong adalah 116mm + 5 cm + 5 cm = 21.6 cm
Memotong kabel koaksial
Selubung dikupas dengan menggunakan tang potong, dengan dilebihkan sedikit. Kemudian panjang selubung digerinda dengan Dremel sampai tepat di 116 mm. Kabel Hansen dengan selubung tembaga keras ini dapat digerinda sampai panjangnya tepat di 116 mm. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.
Trimming panjang selubung dengan Dremel
Setelah selesai semuanya, didapat 12 elemen kabel yang siap disambung-sambung.
Kabel koaksial selesai dipotong
Tahap berikutnya adalah menyambung elemen-elemen tersebut. Pada contoh artikel (Coaxial Collinear Antenna for ADS-B Receiver ) penyambungan dilakukan dengan menyelipkan konduktor tengah ke serabut selubung. Pada kabel Hansen ini penyambungan dilakukan dengan menyolder konduktor tengah ke selubung di elemen sebelahnya. Ternyata diperlukan solder dengan daya besar karena tembaga sangat menyerap panas, sehingga panas cepat tersebar ke sepanjang kabel.
Menyolder antena collinear
Berikutnya antena yang sudah tersambung ditempelkan ke batang kayu sebagai penguat, dan antena dapat digunakan. Berikut ini foto antena coaxial collinear 1090 MHz 12 elemen disandingkan dengan antena ADS-B buatan FlightAware.
Pengujian Antena
Dari hasil pengukuran, penerimaan sinyal dengan antena coaxial collinear lebih bagus dibandingkan dengan antena FlightAware. Ada kemungkinan hal ini disebabkan redaman kabel Hansen lebih bagus daripada kabel asli bawaan dari Flightaware. Jadi belum tentu antena buatan sendiri lebih bagus.
Panjang kabel kedua antena adalah sama-sama 10 meter.
Berikut ini contoh pengamatan pesawat yang sama dengan kedua sistem tersebut:
Perbandingan rekaman ADS-B
Gambar kiri adalah RTL-SDR dengan antena Coaxial Collinear, sedangkan gambar kanan adalah perangkat penerima ADS-B dari Flightware ( Flightaware Feeder dengan antena Flightaware). Dari perbandingan gambar tersebut nampak bahwa untuk GIA725, antena coaxial collinear merekam sinyal pesawat lebih awal.
Kesimpulan
Dari percobaan sejauh ini dapat disimpulkan bahwa antena coaxial collinear 12 elemen ini mempunyai kinerja lebih baik dibandingkan antena ADS-B bawaan dari Flightaware
Surge Protector TP-Link TL-ANT24SP untuk antenna 50 ohm
Surge Protector TP-Link TL-ANT24SP
Surge protector ini digunakan untuk menghilangkan imbas petir pada kabel 50 ohm. Saat ini kompon ini saya pakai untuk melindungi perangkat penerima ADS-B dari sambaran petir tak langsung.