Percob

aan rangkaian relay 12 volt
Percob
aan rangkaian relay 12 volt
Suatu sistem filter digital secara prinsip sederhana mengubah sinyal analog menjadi digital, kemudian mengolah sinyal digital tersebut dengan algoritma tertentu, kemudian mengubah sinyal digital kembali menjadi sinyal analog. Secara diagram blok dapat digambarkan sebagai berikut:
Filter digital dapat diimplementasikan dengan beberapa cara, di antaranya dengan sistem mikroprosesor dan sistem digital seperti FPGA (Filed Programmable Gate Array).
Dalam prakteknya, sistem tersebut perlu beberapa tambahan subsistem/modul supaya dapat diimplementasikan secara nyata.
Berikut ini sistem lengkap filter digital untuk diimplementasikan dengan sistem mikroprosesor:
Sistem di atas sudah dapat berfungsi dengan baik, namun memiliki beberapa kelemahan.
Masalah pertama: konversi analog ke digital
Masalah kedua: konversi digital ke analog
Zero order Hold pada DAC mempunyai respon frekuensi sinc(), sehingga ada redaman di frekuensi tinggi
Berikut ini proses ekualisasi sinyal untuk kompensasi pengaruh ZoH.
Pada solusi (a) proses ekualisasi dilakukan secara digital sebelum DAC , disebut sebagai tahap pre-equalization.
Pada solusi (b) proses ekualisasi dilakukan secara analog setelah LPF, disebut sebagai tahap post-equalization.
Berikut ini blok diagram sistem filter digital dengan tambahan solusi-solusi supaya mengurangi permasalahan-permasalahan.
Pada sistem ini dipilih pre-ekualisasi secara digital , dengan pertimbangan merancang equalizer secara digital lebih mudah. Proses pembuatan equalizer ini dapat dilakukan dengan metode ‘Design of FIR Filters Using the Frequency Sampling Method’.
Permasalahan:
mau rakit ampli menggunakan trafo ct 18 VAC tapi setelah melewati dioda kiprok kok jadi 34 VDC
Rangkaian tersebut adalah full-wave bridge rectifier, dengan skema sebagai berikut (sumber):
Bentuk sinyal dari rangkaian di atas masih belum rata, karena belum ada kapasitor filter.
Tegangan input mengambil dari terminal 18 volt dan 18 , sedangkan transformator mempunya center tap (CT), sehingga tegangan AC yang masuk ke dioda bridge adalah 18 volt rms (root mean square).
Untuk menggambarkan sinyal ini, perlu diubah menjadi tegangan puncak, dengan rumus Vpeak = Vrms * 1.414, sehingga Vpeak = 36 x 1.414 = 50.904 volt
Bentuk tegangan output bridge adalah seperti sebagai berikut (sinyal warna hijau), dibandingkan dengan sinyal input (warna merah):
Sebenarnya sinyal output bridge akan berkurang sedikit karena ada tegangan drop pada dioda, namun pada gambar tersebut tegangan drop tersebut diabaikan dulu.
Jika tegangan output bridge diukur dengan voltmeter DC, maka yang diukur adalah rata-rata tegangan yang warna hijau. Rumusnya adalah Vaverage = 0.637 Vmax = 0.9 Vrms
Sumber rumurs: https://www.electronics-tutorials.ws/power/single-phase-rectification.html
Diagramnya sebagai berikut:
Sinyal hijau adalah output dari bridge, berupa sinyal sinusoidal yang sudah disearahkan.
Tegangan yang terukur pada voltmeter DC adalah rata-rata, yaitu sebesar 32.4 volt
Pada foto yang terukur adlah 34.6 volt, kemungkinan karena ketidaktepatan tegangan output transformator. Kalau mau lebih pasti, dapat diukur berapa tegangan output transformator atau input bridge dengan voltmeter AC (AVOmeter pada setting AC).
Tips: AVOmeter standar pada setting DC hanya dirancang untuk mengukur tegangan DC atau rata-rata, sedangkan pada setting AC hanya untuk mengukur tegangan AC rms (root-mean-square). Jika bentuk sinyalnya bukan DC atau AC murni, maka angka yang ditampilkan kurang tepat. Pada sinyal yang bukan DC ataupun AC murni, lebih tepat menggunakan osiloskop untuk mengukur sinyalnya.
Tahap-tahap simulasi pengolahan sinyal digital dengan LTSpice, dan compiler C
Dokumen ini fokus pada menunjukkan terjadinya proses di setiap tahap dan integrasi proses-proses tersebut, tidak membahas optimasi sistem ataupun subsistem.
Proses aliran sinyal pada pengolahan sinyal digital lengkap adalah sebagai berikut (sumber):
Berikut ini diagram sinyal yang akan disimulasikan
Tahap simulasi ringkas:
Simulasi ini hanya untuk menunjukkan kerangka kerja untuk melakukan simulasi filter digital, maka dilakukan penyederhanaan sebagai berikut
Output WAV di LTSpice memiliki keterbatasan yaitu hanya mempunyai level tegangan -1 volt sampai +1 volt, sehingga untuk subsistem yang memiliki input/output melebihi rentang tersebut mesti dilakukan penyesuaian, atau simulasi dilakukan hanya pada rentang -1 sampai +1 volt.
Buat simulasi rangkaian analog bagian depan meliputi sumber tegangan AC, LPF, level shift, penguat dan sebagainya. Output blok ini akan masuk ke ADC, jadi seharusnya level tegangannya sudah sesuai dengan level tegangan input ADC. ATmega328 dapat diatur referensinya di 2,56 volt atau VCC. Dalam prakteknya, VCC kurang stabil, lebih baik pakai referensi internal atau eksternal.
Contoh file simulasi: anti-aliasing-filter.asc
Berikut contoh gambar rangkaian sumber sinyal AC dan anti aliasing filter:
Pilih frekuensi input (misal 1000 Hz)
Tambahkan output WAV , contoh sintaks: ‘”.wave “anti-aliasing-out.wav” 16 10000 OUTPUT”‘
Sampling rate disamakan dengan frekuensi sampling dari software (misal 10 kHz)
Bitrate pakai yang besar saja (misal 16 bit), nanti dapat dibulatkan di program C. Realitasnya adalah nanti dibulatkan sesuai dengan jumlah bit pada ADC (10 bit pada ATmega328)
Berikut tampilan V(vin) dan V(output). NampakV(output) teredam sedikit dan bergeser fase sedikit.
Seharusnya sinyal V(output) sudah dalam batas tegangan 0 sampai VREF. Sinyal V(output) di atas belum cocok untuk dimasukkan ke ADC karena ADC pada ATmega328 hanya menerima sinyal dengan tegangan 0 volt sampai VREF.
Simulasi pada LTSPice di atas menghasilkan output time series dalam format WAV.
Periksai sinyal output pada file WAV dengan program yang dapat menampilkan file WAV (misal Audacity https://www.audacityteam.org/) , pastikan bahwa sinyal WAV yang dihasilkan ‘masuk akal’.
Berikut contoh tampilan file WAV (anti-aliasing-out.wav) dengan Audacity:
Selanjutnya file WAV diubah menjadi CSV supaya mudah dibaca oleh program simulator filter. Kalau ada librarynya, bisa juga file WAV langsung dibaca dengan program simulator filter.
Contoh converter: https://github.com/Lukious/wav-to-csv , diubah sedikit menjadi script wav2csv.py di repository. Install python, scipy dan panda untuk dapat menjalankan wav2csv.py
File anti-aliasing-out.wav diubah menjadi anti-aliasing-out.csv
Cek isi file CSV, bisa dilihat dengan Excel untuk melihat apakah hasilnya sesuai.
Berikut contoh file CSV dilihat di Excel: (anti-aliasing-out.xlsx)
Selanjutnya jalankan program simulator filter digital (simulasi-filter/main.c) . Program ini membaca file CSV, kemudian data time series dimasukkan ke fungsi filter_moving_average. Output ditulis ke sebuah text file dalam format CSV (“simulasi-filter.csv”).
ADC disimulasikan dengan melakukan kuantisasi sinyal LPF_OUT sejumlah resolusi ADC yang dipakai. ATmega328 mempunyai resolusi 10 bit, sehingga sinyal LPF_OUT mesti dikuantisasi menjadi angka 0 sampai 1023 (1024 tingkat).
Contoh software simulasi filter digital dapat dilihat di https://github.com/waskita/embedded/tree/master/simulasi-filter-digital/simulasi-filter . Proram ini ditulis dengan Integrated Development Environment (IDE) dengan Netbeans 8.2), compiler C dengan Cygwin.
Untuk memastikan, dapat dibandingkan antara sinyal output dari generator sinyal, sinyal masuk ke ADC, dan sinyal hasil filter digital.
Berikut grafik VIN, LPF_OUT dan FILTER_OUT (simulasi-filter.xlsx)
Tahap selanjutnya adalah membuat sinyal output DAC dalam format WAV dan kemudian simulasi reconstruction filter dengan LTSpice.
Output DAC adalah dalam bentuk zeroth order hold, contohnya seperti berikut ini: (sumber)
Untuk menghasilkan sinyal zeroth order hold, perlu dilakukan hal berikut
LTSpice dapat menerima input WAV dan TXT. Pada simulasi reconstruction filter dipakai TXT saja supaya tidak perlu repot melakukan konversi CSV ke WAV. Prosedur ini dijelaskan di video berikut (https://www.analog.com/en/education/education-library/videos/5579265677001.html) , dan di https://www.analog.com/en/technical-articles/ltspice-importing-exporting-pwl-data.html
Berikut ini contoh rangkaian reconstruction filter sederhana (reconstruction-filter.asc)
Berikut output DAC dan output reconstruction filter
Pada simulasi di atas nampak frekuensi cut-off terlalu tinggi, sehingga ‘anak tangga’ dari output DAC masuk ke output rangkaian.
Tahap selanjutnya adalah menguji algoritma filter di mikrokontroler ATmega328 (Arduino Nano).
Simulasi dilakukan dengan tahapan berikut:\
Berikut ini sinyal output ADC dan output filter dari output serial Arduino, diplot dengan Excel:
Data hasil filter di Arduino dapat dibandingkan dengan data hasil filter di komputer desktop
Tahap selanjutnya adalah pengujian kecepatan filter [under construction]
Pada tulisan ini diuraikan hasil dari membongkar raket nyamuk merek Kenmaster tipe KM-089, disertai dengan analisis ringkas tentang isi dari raket nyamuk tersebut.
Berikut ini adalah raket nyamuk Kenmaster KM-089.
Raket nyamuk ini dapat dipisah menjadi bagian jaring, dan bagian senter. Bagian senter berisi batere, senter dan colokan untuk melakukan charging ulang batere dari raket nyamuk tersebut.
Tahap pertama pembongkaran adalah membuka bagian senter.
Secara sepintas pada bagian senter terdapat batere, papan rangkaian yang nampaknya berisi rangkaian charger, dan lampu senter LED.
Rangkaian charger nampak sederhana, berisi dioda penyearah, kapasitor, LED indikator dan resistor. PCB menggunakan single layer. Tertulis tipe PCBnya: “NX-089B”
Tahap selanjutnya adalah membuka bagian jaring.
PERHATIAN: kapasitor di rangkaian dapat berisi tegangan ribuan volt, sehingga sebelum membuka tutup, lakukan hubung singkat pada jaring supaya listrik yang tersimpan di kapasitor dapat dibuang dan tidak membahayakan. Proses hubung singkat dapat dilakukan dengan obeng.
Berikut ini bagian jaring yang sudah dibuka tutupnya, sehingga dapat dilihat rangkaian di dalamnya.
Berikut ini rangkaian elektronik pada bagian jaring raket nyamuk.
Rangkaian pada jaring menerima masukan 4 volt dari bagian senter, dan kemudian menaikkan tegangan tersebut menjadi ribuan volt dengan rangkaian sederhana berbasis transistor, transformator, dioda dan kapasitor.
Rangkaian pada jaring cukup sederhana, hanya menggunakan PCB single layer.
Secara ringkas, sistem keseluruhan elektronik raket nyamuk adalah sebagai berikut ini:
Tegangan jala-jala listrik 220 volt disearahkan dan diregulasi, untuk dapat mengisi batere SLA 4 volt. Tegangan dari batere dapat dipakai untuk menyalakan senter. Tegangan dari batere juga dapat dinaikkan menjadi ribuan volt untuk elektrifikasi jaring nyamuk.
Batere yang digunakan tidak jelas modelnya, namun dari hasil pencarian di internet dengan kata kunci ‘mosquito killer battery’ , didapatkan batere yang bentuknya mirip dengan yang dipakai di raket nyamuk tersebut.
![]() |
![]() |
Sumber: [SunBestHK]
Dari penelusuran di toko online, batere 4V dengan bentuk serupa juga dijual di beberapa tempat:
Dari hasil pengukuran, didapatkan tegangan keluaran batere tersebut bervariasi antara 4 volt sampai 4,2 volt, jadi cocok dengan kisaran keluaran tegangan batere SLA (Sealed Lead Acid) yang terdiri dari 2 sel (masing-masing 2 volt).
Rangkaian charger berisi penyearah dari 220 volt untuk mengisi ulang batere, serta sakelar untuk memilih mode senter atau mode raket.
Untuk mengisi batere SLA 4 volt diperlukan tegangan sekitar 4,4 volt. Tegangan 4,4 volt ini diperoleh dari input 220 volt dengan cara menghubungkan seri kapasitor 1 nF. Jadi tidak diperlukan transformator untuk menurunkan tegangan. Pada rangkaian charger ini tidak ada deteksi batere penuh, sehingga dapat terjadi pengisian berlebih (overcharge) pada batere. Pengguna mesti menghentikan pengisian kalau dirasa batere sudah penuh.
Lampu indikator pengisian menggunakan LED yang memerlukan tegangan sekitar 2 volt untuk dapat menyala. Penurunan tegangan ini dilakukan dengan menggunakan tangga resistor 4k7 dan 220k.
Rangkaian penaik tegangan pada jaring fungsinya adalah menaikkan tegangan batere dari 4 volt menjadi ribuan volt supaya dapat membunuh nyamuk.
Uraian setiap komponen adalah sebagai berikut
Rangkaian penaik tegangan terdiri dari 2 bagian, yaitu osilator dan penaik tegangan.
Rangkaian osilator yang digunakan sangat sederhana, hanya menggunakan 1 transistor NPN, 1 resistor dan 1 transformator. Jenis rangkaiannya kemungkinan adalah “Blocking Oscillator“.
Contoh rangkaian blocking oscillator yang mirip adalah sebagai berikut [dari artikel “Simple Blocking Oscillator for Waste Battery’s Voltage Enhancement“]
Rangkaian penaik tegangan menggunakan “Full wave voltage quadrupler”. Contoh rangkaian dan penjelasannya dapat dilihat di artikel “Voltage Multipliers (Doublers, Triplers, Quadruplers, and More)“
Pada suatu rangkaian elektronika, jika diperlukan suatu sakelar yang dikendalikan secara listrik , maka salah satu cara yang umum adalah menggunakan relay mekanik sebagai sakelar. Relay mekanik menggunakan suatu kumparan untuk menghasilkan medan magnet, dan medan magnet ini menggerakkan suatu sakelar mekanik.
Relay mekanik tidak dapat dihubungkan langsung ke suatu mikrokontroler, karena arus output dari mikrokontroler tidak cukup kuat untuk menggerakkan relay tersebut. Pada umumnya dapat digunakan transistor BJT ataupun MOSFET untuk memperkuat sinyal dari output mikrokontroler supaya dapat menggerakkan relay. Berikut ini contoh rangkaian transistor NPN yang dipakai untuk menggerakkan relay.
Relay mekanik cukup mudah digunakan, namun memiliki beberapa kekurangan:
Sebagai alternatif relay mekanik, dapat digunakan komponen semikonduktor yang difungsikan seperti relay sebagai sakelar. Berikut ini beberapa alternatif sakelar menggunakan komponen semikonduktor
Berikut ini rangkaian pengganti relay dengan menggunakan kompnen utama TRIAC dan Opto-triac
Opto triac berfungsi mengisolasi rangkaian batere 5 volt dengan rangkaian jala-jala listrik di sebelah kanan. Jika LED di dalam opto-triac menyala, maka opto-triac akan bersifat konduktif. Triac berfungsi sebagai sakelar. Kelebihan utama Triac adalah dapat berfungsi sebagai sakelar pada tegangan AC, tidak seperti transistor bipolar (BJT) ataupun MOSFET yang hanya dapat dilewati arus searah.
Resistor 33 ohm dan kapasitor 33 nF berfungsi sebagai snubber, yaitu untuk membuang lonjakan tegangan yang muncul pada beban terutama pada beban induktif seperti motor dan solenoid.
Batere 5 volt berfungsi sebagai sumber tegangan untuk menyalakan LED pada optotriac. Pada rangkaian sesungguhnya, batere 5 volt ini dapat diganti dengan mikrokontroler seperti Arduino atau ATmega.
Untuk praktisnya, umumnya rangkaian optotriac dan Triac dikemas dalam 1 kemasan yang kompak sebagai suatu modul, yang dikenal sebagai Solid State Relay (SSR).
Berikut ini contoh modul SSR yang ukurannya relatif besar, dapat menangani arus beban sampai dengan 40 ampere AC, dengan input kendali cukup fleksibel, berupa tegangan DC dari 3 volt sampai 32 volt.
Pada penggunaan SSR, perlu diperhatikan beban yang dipakai DC atau AC, karena SSR untuk AC hanya dapat dipakai untuk arus bolak-balik, terutama karena di dalamnya menggunakan komponen utama Triac yang hanya berfungsi baik pada arus bolak-balik.
Modul SSR yang lebih kecil juga ada, seperti OMRON G3MB berikut ini.
Modul SSR ini juga dijual sebagai modul yang sudah disolder, sehingga pengguna cukup menyambungkan kabel ke terminal yang sudah disediakan.
Rangkaian di dalam SSR pada umumnya menggunakan komponen semikonduktor Triac. Berikut ini contoh rangkaian SSR berbasis TRIAC (sumber)
Rangkaian di atas mirip dengan rangkaian “Optocoupler Triac”, namun rangkaian ini sudah dilengkapi dengan beberapa fitur pengamanan:
Meskipun SSR umumnya menggunakan komponen utama Triac, ada juga yang menggunakan MOSFET. Berikut ini contoh rangkaian SSR berbasis MOSFET (sumber)
Contoh MOSFET SSR adalah PVT412 dari International Rectifier.
Berikut ini keuntungan SSR dibandingkan relay elektromekanik
Berikut ini kekurangan SSR dibandingkan relay elektromekanik
Jika tidak diperlukan isolasi antara input dengan output, maka dapat digunakan transistor BJT (Bipolar Junction Transistor) ataupun MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) tanpa menggunakan optocoupler.
Berikut ini contoh transistor NPN yang dipakai sebagai sakelar.
Untuk dapat mengoperasikan transistor BJT sebagai sakelar, perlu diperhatikan bahwa transistor ada dalam 2 kondisi : ON dan OFF. Untuk transistor menjadi ON, maka arus basis pada transistor harus cukup besar. Pada rangkaian di atas, supaya transistor ON, maka dari mikrokontroler (pin OUT) perlu diberi tegangan tinggi (5 volt atau 3.3 volt). Nilai resistor pada basis perlu dipilih supaya transistor berada dalam kondisi saturasi. Untuk transistor menjadi OFF, dapat dilakukan dengan mengirimkan tegangan rendah pada basis transistor.
Untuk perhitungan detail, perlu memperhatikan karakteristik BJT yang dipakai, misalnya dengan menggunakan diagram karakteristik V-I pada transistor.
Berikut ini contoh rangkaian MOSFET kanal n sebagai sakelar.
MOSFET hanya memerlukan tegangan pada gate (G), tidak memerlukan arus pada gate, jadi berbeda dengan transistor yang memerlukan arus pada basis. Pada rangkaian di atas, MOSFET akan aktif (sakelar = ON) jika diberi tegangan tinggi dari mikrokontroler pada pin OUT. Tegangan yang dberikan harus lebih tinggi dari tegangan ambang pada gate MOSFET (Vth).
Untuk perhitungan detail, perlu memperhatikan karakteristik MOSFET yang dipakai, misalnya dengan menggunakan diagram karakteristik V-I pada transistor.
Referensi
Pada beberapa rangkaian elektronika, kita memerlukan penurunan tegangan dari 5 volt ke 3.3 volt. Ada 2 skenario yang sering terjadi sebagai berikut:
Jadi ringkasnya ada 2 kasus yang perlu penanganan berbeda:
Contoh kasusnya misal kita mau menggunakan ESP32 yang menggunakan tegangan 3,3 volt, namun catu daya hanya ada 5 volt dari USB. Pada kasus ini kita memerlukan konversi output catu daya, dari catu daya dengan tegangan 5 volt menjadi 3,3 volt.
Contoh kasus lain, misal kita mau menghubungkan output dari Arduino Nano dengan prosesor ATmega328, ke input di sebuah prosesor ESP32. Output Arduino Nano adalah 5 volt, sedangkan ESP32 hanya dapat menerima input maksimum 3,3 volt. Untuk kasus ini kita memerlukan perubahan sinyal digital 5 volt menjadi sinyal digital 3,3 volt.
Untuk mengubah daya 5 volt menjadi 3.3 volt, ada beberapa cara yang dianjurkan:
Komponen regulator 3.3 volt yang mudah didapat antara lain adalah AMS1117.
Jika repot menyolder sendiri komponen SMD ini, ada juga yang menjualnya dalam bentuk modul yang lebih mudah disolder.
Referensi: 1A Low Dropout Voltage Regulator http://www.advanced-monolithic.com/pdf/ds1117.pdf
Regulator 3.3 volt dengan Zener 3.3 volt
Referensi: https://learn.sparkfun.com/tutorials/diodes/all
Ada beberapa cara
Rangkaian pembagi tegangan
Bi directional level converter dibahas secara lebih detail di artikel “3.3 volt 5 volt Bi Directional Logic Level Converter“
Alternatif lain adalah menggunakan transistor sebagai inverter, seperti pada gambar berikut:
Uin adalah input 5 volt TTL, Vout menggunakan tegangan 3.3 volt. Maka tegangan Uout akan bervariasi dari 0 sampai 3.3 volt. Cara ini cukup praktis hanya memerlukan 1 buah transistor BJT / MOSFET, namun perlu diperhatikan bahwa rangkaian ini secara logika adalah inverter, sehingga perlu disesuaikan dengan fungsi rangkaian.
Referensi rangkaian transistor sebagai inverter: https://en.wikipedia.org/wiki/Inverter_(logic_gate)
Cara lain yang lebih tidak konvensional:
Op-Amp dapat digunakan sebagai penguat yang mampu mengubah tegangan 5 volt menjadi 3.3 volt dengan penguatan 0.66 kali. Secara teoritis rangkaian ini dapat dibuat dan dapat berfungsi baik, namun kelemahannya adalah memerlukan op amp yang perlu catu daya positif dan negatif, sehingga cukup repot, serta kecepatan rangkaian op-amp terbatas, lebih lambat dibandingkan komponen digital biasa.
Pengiriman data secara serial itu susah-susah gampang, terutama kalau pengiriman data tersebut mesti melalui daerah yang banyak noisenya.
Sumber permasalahan pengiriman data serial antara lain:
Berikut ini mekanisme ground loop. Medan magnet B (hijau) dari luar sistem menyebabkan arus noise I (merah). Arus noise ini akan menjadi sinyal tambahan bagi C2, sehingga sinyal yang diterima C2 tidak sama dengan sinyal dari C1, melainkan sudah ditambah dengan noise
Ground loop terjadi karena ada beda potensial antara ground di pengirim dan ground di penerima.
Berikut beberapa solusi:
#1 Menggunakan kabel fiber optik, karena kabel fiber optik tidak terganggu oleh radiasi gelombang radio, dan juga tidak terpengaruh perbedaan tegangan ground antara pengirim maupun penerima
#2 Menggunakan kabel coaxial, karena kabel koaksial kebal terhadap gangguan radiasi. Dengan catatan kabel yang digunakan berkualitas baik, seperti misalnya menggunakan kabel koaksial yang menggunakan shield berupa tabung logam. Contoh di artikel https://elektrologi.iptek.web.id/perbandingan-kabel-50-ohm-coaxial-di-pasaran/
#3 Menggunakan pengiriman sinyal secara differensial, misalnya dengan protokol RS-485 dengan kabel twisted pair . Ada yang tanpa pelindung unshielded twisted pair (UTP), dan ada juga yang lebih baik shielded twister pair (STP). Kabel jenis ini umum dipakai untuk kabel ethernet, sehingga mudah dicari di pasaran. Sinyal pada kabel ini dikirim secara differensial, salah satu protokol yang umum dipakai adalah RS-422/RS-485, yang komponennya mudah dicari di pasaran.
#4 Menggunakan kabel triaxial, kabel ini mirip dengan coaxial, hanya saja menggunakan 2 lapis shield. Sulit dicari di pasaran Indonesia karena jarang yang pakai dan cukup mahal, serta konektornya khusus.
#5 Menggunakan filter analog untuk menghilangkan sinyal noise yang tidak diinginkan. Namun teknik ini hanya dapat dilakukan jika frekuensi noise berbeda dengan frekuensi sinyal kerja yang diinginkan.
Solusi ground loop dengan coaxial dan optocouplerMisalkan kecepatan transfer 2 Mbps dengan baseband tanpa modulasi, maka menurut teorema Nyquist minimal bandwidth yang diperlukan adalah 4 MHz, jadi sinyal dari 0Hz sampai 4Hz harus dapat lewat, jadi filter harus di atas 4 MHz. Masalah timbul jika ternyata noise yang terjadi ada di frekuensi 0 ~ 4 MHz. Hal ini dapat dicek menggunakan osiloskop, dengan mengamati bentuk sinyal yang timbul, apakah masih dalam rentang 0 ~ 4 MHz.
Jika frekuensi noise ada di 0 ~ 4 MHz, maka filter low pass 4.5 MHz tidak bermanfaat mengurangi noise.
#6 Menggunakan optocoupler untuk memotong ground loop. Sinyal dari optocoupler dikirim dengan kabel coaxial supaya tidak terganggu noise. Pada contoh di bawah ini, optocoupler dipasang di sisi pengirim, namun dapat juga dipasang di sisi penerima.
Berikut ini teknik yang lebih kompleks, gabungan RS-485 , shielded cable dan optocoupler, seperti dijelaskan di dokumen The RS-485 Design Guide
#7 Memperkuat tegangan sinyal yang dikirim, dengan harapan memperbaiki Signal to Noise ratio (S/N)
#8 Memperkuat arus sinyal yang dikirim dengan mengurangi impedansi output supaya noise tidak mudah masuk.
#9 Menggunakan terminasi untuk menghindari pemantulan sinyal. Terminasi terutama diperlukan jika panjang kabel sudah lebih atau mendekati panjang gelombang pada frekuensi kerja sinyal.
#10 Menggunakan kabel yang redaman lebih kecil, sehingga sinyal yang sampai di penerima masih cukup kuat. Cuma kabel yang redaman kecil ini secara fisik lebih besar dan lebih mahal harganya.
Solusi di atas adalah solusi-solusi dari layer hardware, selain itu dapat juga dilakukan pengolahan sinyal digital.
#10 Menggunakan teknik error detection, seperti parity bit, checksum, cyclic redundancy check (CRC). Teknik ini dapat mendeteksi kesalahan, namun tidak dapat memperbaiki sinyal yang rusak.
#11 Menggunakan teknik error correction, seperti Reed Solomon, Viterbi
Referensi
Beberapa catatan untuk rangkaian berbasis operational amplifier
Jika menggunakan single supply, tegangan referensi sinyal (ground) dapat dibuat dengan menggunakan op-amp lain.
Low voltage Op-Amp:
OP-Amp yang kurang baik pada tegangan rendah:
Penjelasan istilah op-amp:
Referensi:
Berikut ini beberapa artikel yang membahas mengenai cara menggunakan transistor jenis MOSFET sebagai sakelar.
Berikut ini contoh rangkaian MOSFET dari kumpulan artikel ‘Arduino Basic Connection’ (Sumber: http://www.pighixxx.com/)
Berikut ini contoh lain dari http://forum.arduino.cc/index.php?topic=154549.0, sumber gambar dari http://pighixxx.com/PNG/Small/105.png
Rangkaian berikut cukup minimalis. Hanya ditambahkan resistor dari Gate ke GND untuk jaga-jaga kalau input CONTROL masuk ke keadaan floating / high impedance. Sumber: Sparkfun MOSFET Control KIT / PDF
Mikroprosesor/mikrokontroler perlu rangkaian tambahan untuk dapat mengendalikan relay. Relay sering digunakan untuk mengendalikan perangkat yang arusnya cukup besar, dengan hanya menggunakan arus kecil pada kumparannya. Namun demikian arus untuk mengendalikan kumparan dapat mencapai puluhan miliampere, sedangkan output dari rangkaian digital dan mikroprosesor umumnya hanya sanggup beberapa miliampere. Untuk itu diperlukan penguat agar output beberapa miliampere dapat mengendalikan relay yang beberapa puluh miliampere.
Berikut ini beberapa rangkaian yang diperlukan untuk mengendalikan relay.
Pertama-tama adalah pengendali relay yang menggunakan transistor tipe BJT (Bipolar Junction Transistor). BJT tetap memerlukan arus kecil untuk mengendalikannya.
Pada rangkaian-rangkaian ini, BJT hanya ada dalam 2 kondisi: OFF dan saturasi, tidak pernah dalam keadaan aktif. Hal ini untuk mengurangi disipasi daya pada BJT, karena pada kondisi OFF dan saturasi adalah keadaan di mana disipasi daya transistor minimal.
NPN Sederhana
NPN Darlington
PNP Sederhana
Berikut ini beberapa variasi menggunakan model emitter follower, di mana beban relay dipasang di emitter. Rangkaian-rangkaian ini dapat berfungsi, namun tidak praktis karena untuk NPN akan memerlukan tegangan basis yang lebih besar daripada VCC, sedangkan pada PNP akan memerlukan tegangan basisi yang lebih kecil dari GND, alias perlu tegangan negatif.
NPN Emitter Follower
NPN Emitter Follower Darlington
PNP Emitter Follower
PNP Emitter Follower
Berikut ini beberapa cara mengendalikan relay dengan MOSFET. Keuntungan MOSFET adalah dikendalikan tegangan berbeda dengan transistor BJT yang dikendalikan arus, sehingga praktis tidak memerlukan arus pada inputnya, cocok untuk komponen yang arusnya kecil.
Input pengendali rangkaian relay dapat berasal dari berbagai sumber. Pada contoh berikut ini sumbernya adalah gerbang logika AND. Pada prakteknya dapat diganti dengan gerbang logika apa saja. Yang perlu diperhatikan adalah berapa tegangan pada kondisi HIGH, berapa tegangan pada kondisi LOW, serta berapa arus maksimal yang diperbolehkan dari output gerbang logika tersebut.
Selain dari gerbang logika, dapat juga disambungkan dengan output dari mikroprosesor / mikrokontroler. Tekniknya sama dengan menyambungkan ke gerbang logika, karena prinsipnya mikroprosesor isinnya juga gerbang logika.
Jika tidak ingin repot dengan membuat rangkaian transistor, kita dapat memakai modul relay yang sudah jadi. Berikut ini contohnya. Detail di artikel “Modul Relay 5 volt”
Referensi
Berikut ini diuraikan rancangan teoritis cara mengendalikan relay 5 volt dari mikroprosesor ESP8266.
Relay umumnya memerlukan arus beberapa puluh milliampere, sedangkan output dari mikrokontroler biasanya hanya beberapa miliampere, sehingga output mikrokontroler perlu diperkuat agar dapat mengendalikan relay.
Ada beberapa variasi rangkaian penguat tersebut yang populer, di antaranya sebagai berikut:
Pada tulisan ini diuraikan rangkaian dengan transistor BJT.
Berikut adalah ide dasar rangkaian penguat dengan 1 transistor [Sumber]
Chip Output pada gambar tersebut adalah output dari mikrokontroler. Pada kasus ini digunakan mikrokontroler ESP8266, sehingga kita perlu cek datasheet ESP8266 untuk mengetahui sifat tegangan dan arus pada pin output ESP8266 tersebut.
Data ESP8266 diambil dari https://nurdspace.nl/ESP8266#Digital_IO_pins.
Berikut ini tabel sifat pin digital IO tersebut:
Variables | Symbol | Min | Max | Units |
---|---|---|---|---|
Input Low Voltage | Vil | -0.3 | 0.25xV10 | V |
Input High Voltage | Vih | 0.75xV10 | 3.6 | V |
Input leakage current | IIL | – | 50 | nA |
Output Low Voltage | VOL | – | 0.1xV10 | V |
Output High Voltage | VOH | 0.8xV10 | – | V |
Input pin capacitance | Cpad | – | 2 | pF |
VDDIO | V10 | 1.7 | 3.6 | V |
Current | Imax | – | 12 | mA |
Temperature | Tamb | -20 | 100 | C |
Tegangan power supply ESP8266 diasumsikan 3.3 volt, pada tabel tersebut tegangan ini adalah VDDIO atau V10.
Output HIGH pada pin output adalah VOH yaitu 0.8 x V10 = 0.8 x 3.3 volt = 2.64 volt
Output LOW pada pin output adalah VOL yaitu 0.1 x V10 = 0.1 x 3.3 volt = 0.33 volt
Transistor BJT pada sistem ini hanya punya 2 kondisi: Off dan saturasi. Jika output dari mikrokontroler LOW , maka transistor OFF. Jika output dari mikrokontroler HIGH , maka transistor akan saturasi.
Jika output LOW, maka tegangan pada transistor antara basis dan emitter (Vbe) adalah 0.33 volt. Tegangan ini kurang dari Vbe yang diperlukan untuk mengaktifkan transistor (0.6 volt), sehingga transistor akan berada dalam keadaan OFF.
Jika output HIGH, maka tegangan pada transistor antara basis dan emitter (Vbe) adalah 2.64 volt dikurangi tegangan jatuh pada Rb. Tegangan jatuh pada Rb rumusnya adalah Rb x Ib. Pada tahap ini kita perlu menentukan berapa Ib yang kita inginkan.
Dari mikrokontroler ESP8266 disebutkan bahwa Imax adalah 12 miliampere, artinya arus maksimal pada port output adalah 12 miliampere. Untuk amannya kita pakai saja arus 1 miliampere, sehingga Ib = 1 miliampere. Sebaiknya kita ambil nilai yang di bawah 12 mA supaya Ib tidak melampaui 12 mA walaupun nilai komponen berbeda karena toleransi.
Vbe pada transistor diasumsikan 0.6 volt.
Dengan asumsi ini maka rangkaian pengganti pada output HIGH adalah sebagai berikut:
V2 adalah memodelkan output ESP8266 pada keadaan HIGH yaitu 2.64 volt
Rb adalah resistor antara output ESP8266 dan transistor.
Vbe adalah memodelkan tegangan antara pin basis dan emiter pada transistor.
Dari data tersebut maka dapat dihitung berapa nilai Rb yang diperlukan.
V2 = Ib x Rb + Vbe
Rb = (V2 – Vbe ) / 1 mA = (2.64-0.6) / 1 mA = 2040 ohm
Nilai Rb yang diperlukan adalah 2040 ohm. Resistor 2040 ohm tidak ada di deret E12 , jadi kita dapat dekati dengan 1800 ohm atau 2200 ohm. Namun kita mesti hitung ulang arus basis Ib pada kedua alternatif itu.
V2 = Ib x Rb + Vbe
Ib = (V2-Vbe)/Rb
Jika Rb=1800 maka Ib= (2.64-0.6)/1800 = 1.13 mA
Jika Rb=2200 maka Ib= (2.64-0.6)/2200 = 0.927 mA
Kita ambil saja Rb = 1800 ohm, dengan Ib = 1.13 mA. Lebih besar sedikit dari target 1 mA, tapi masih jauh di bawah batas 12 mA.
Kita coba dulu menggunakan model transistor NPN yang umum di pasaran, misal 2N3904.
Sifat penting 2N3904 untuk aplikasi relay:
Perhitungan arus kolektor maksimal:
Ic = hfe x Ib = 30 x 1.13 = 33.9 mA
Maka jika arus relay yang diperlukan kurang dari 33.9 mA, maka rangkaian ini dapat dipakai dengan Rb = 1800 mA.
Jika diperlukan arus relay lebih dari 33.9 mA, maka kita dapat melakukannya dengan memperbesar Ib dengan mengurangi nilai Rb.
Misal dengan Ib = 6 mA , maka Ic = 30 x 6 = 180 mA
Jika dengan memperbesar Ib arus kolektor masih di bawah yang diperlukan, maka kita perlu menggunakan 2 buah transistor supaya penguatan total dapat diperoleh.
Pada rangkaian pengendali relay tersebut ada sebuah dioda yang arahnya ke atas. Dioda ini berfungsi agar ketika transistor dimatikan, arus dari kumparan relay akan masuk ke dioda tersebut, sehingga tidak menghantam transistor. Jika transistor dihantam arus dari kumparan, maka transistor dapat rusak. Tipe dioda yang dipakai tidak kritis asalkan dapat dilalui arus sebesar arus relay (asumsi puluhan mA), kita bisa pakai yang umum di pasaran seperti 1N4001.
Pada tulisan ini saya membongkar 3 buah raket nyamuk untuk mengetahui apa saja isi di dalam raket nyamuk tersebut. Tipe raket nyamuk yang dibongkar tidak jelas, yang jelas mereknya adalah Tecstar, Mitsui dan Shinyoku.
Berikut ini hasil membongkar raket nyamuk merek Tecstar
Raket nyamuk ini terdiri dari 2 potongan yaitu raket dan batere/charger. Untuk mengisi batere dilakukan dengan mencopot bagian batere.
Cara membongkarnya cukup mudah dengan mencopot beberapa buah sekrup yang terlihat jelas.
Pada gambar di atas nampak rangkaian utama raket nyamuk tersebut.
Berikut ini rangkaian dilihat dari jarak dekat.
Berikut ini papan rangkaian bagian bawah. Rangkaian ini cukup sederhana hanya memerlukan PCB 1 layer saja.
Selanjutnya mencoba menganalisis rangkaian di dalamnya.
Komponen utama penaik tegangan adalah transistor tipe D965 dan transformator penaik tegangan. Berikut ini foto close-up transistor D965.
Transistor D965 ini rupanya populer sebagai “transistor raket nyamuk”, seperti di toko online berikut ini:
Selanjutnya adalah membongkar bagian batere dan charger. Batere menggunakan batere isi ulang tipe NiCD 2.4 volt, 600 mAh.
Berikut ini bagian bawah papan rangkaian charger.
Berikut ini bagian atas charger.
Berikut sketsa skema rangkaian penaik tegangan. Komponen aktif adalah transistor tipe D965.
Pada bagian tegangan tinggi ada kapasitor 223J (22 nF), 4 buah dioda tegangan tinggi penyearah (tipe RFC3K) dan 2 buah kapasitor snubber yang tidak jelas nilainya.
Rangkaian dioda dan kapasitor kecil adalah sebagai pelipat tegangan (voltage multiplier). Kapasitor 223J (22 nF) berfungsi sebagai penyimpan tegangan tinggi pada raket. Tegangan inilah yang fungsinya membunuh nyamuk.
Komponen rangkaian charger hanya sebagai berikut:
Komponen utama adalah diode bridge dan kapasitor 474 (470 nF). Fungsi dioda bridge adalah penyearah gelombang penuh. Fungsi kapasitor 474 (470 nF) adalah sebagai filter pada penyearah gelombang penuh. Tegangan keluaran penyearah adalah 308 volt (220 x 1,4) sehingga tegangan kerja kapasitor mesti lebih dari 308 volt.
Tidak ada pembatas pengisian, sehingga ketika mengisi kita harus pandai-pandai mengatur kapan pengisian selesai. Kalau terjadi pengisian lebih , ada kemungkinan umur batere berkurang.
Berikut rangkaian dalam raket nyamuk tersebut.
Merek batere yang dipakai tidak jelas, hanya ada angka 2010.10.05 yang kemungkinan adalah tanggal produksi batere.
Raket nyamuk ini tidak dapat langsung dicolok ke stop kontak tipe dalam, jadi mesti pakai konverter dulu. Hal ini perlu diperhatikan ketika membeli raket nyamuk, karena harga konverter ini sekitar Rp 10 ribu.
Berikut adalah penampakan raket nyamuk merek Shinyoku.
Steker listrik pada raket nyamuk ini cukup panjang, sehingga dapat langsung masuk ke stop kontak yang agak dalam.
Berikut foto raket nyamuk yang sedang di charge dengan stok kontak tipe dalam.
Raket nyamuk ini cukup besar, dan untuk membukanya perlu membuka 7 sekrup.
Nampak komponen utama standar: kapasitor tegangan tinggi, transformator tegangan tinggi, transistor, dioda penyearah untuk charger dan batere isi ulang. Tidak disebutkan jenis baterenya, hanya kapasitasnya 500 mAh 2.4 volt.
Berikut bagian bawah papan rangkaian tersebut.
Dari hasil membongkar 3 raket nyamuk, nampak ada pola kesamaan dan perbedaan.
Persamaan antara lain:
Perbedaan
Berikut ini contoh sebuah rangkaian raket nyamuk yang saya temukan di sebuah website asatrio.blogspot.com:
Di beberapa situs lain rangkaian ini banyak di-copy paste, entah sumber asalnya dari mana. Rangkaian ini nampaknya sederhana, tidak terlalu banyak komponennya. Komponen aktif hanya sebuah transistor. Pembangkitan tegangan tinggi dengan trafo memerlukan sinyal AC, padahal inputnya batere DC, jadi kesimpulannya mesti ada pembangkit sinyal AC pada rangkaian tersebut.
Komponen utama rangkaian ini adalah sebuah transistor dan sebuah trafo / transformator. Dari data-data tersebut, bisa dicoba untuk mencari nama rangkaian ini, dapat kita gunakan kata kunci ‘transistor’, ‘transformer’, ‘oscillator’.
Dari hasil googling dan melihat artikel di wikipedia tersebut, nampaknya rangkaian yang dipakai adalah ‘Blocking Oscillator‘ atau ‘Osilator Sumbatan‘, dengan modifikasi berupa memasang kumparan sekunder di trafo yang dipakai tersebut. Hebat juga orang Indonesia editor wikipedia, karena artikel ‘Blocking Oscillator’ tersebut hanya ada dalam 5 bahasa: English, Indonesia, Deutsch (Jerman) , Русский (Rusia) dan Українська (Ukraina).
Hal-hal lain tentang raket nyamuk dapat dibaca di artikel “Raket Pembasmi Nyamuk”