Sakelar Semikonduktor Sebagai Pengganti Relay Untuk Mikrokontroler

Pada suatu rangkaian elektronika, jika diperlukan suatu sakelar yang dikendalikan secara listrik , maka salah satu cara yang umum adalah menggunakan relay mekanik sebagai sakelar. Relay mekanik menggunakan suatu kumparan untuk menghasilkan medan magnet, dan medan magnet ini menggerakkan suatu sakelar mekanik.

Relay
Relay

Relay mekanik tidak dapat dihubungkan langsung ke suatu mikrokontroler, karena arus output dari mikrokontroler tidak cukup kuat untuk menggerakkan relay tersebut. Pada umumnya dapat digunakan transistor BJT ataupun MOSFET untuk memperkuat sinyal dari output mikrokontroler supaya dapat menggerakkan relay. Berikut ini contoh rangkaian transistor NPN yang dipakai untuk menggerakkan relay.

Relay dikendalikan transistor NPN
Relay dikendalikan transistor NPN

Relay mekanik cukup mudah digunakan, namun memiliki beberapa kekurangan:

  • ada komponen yang bergerak secara mekanik, sehingga ada potensi lama kelamaan aus dan rusak
  • fungsi sakelar relatif lambat dibandingkan dengan komponen semikonduktor
  • dimensi cukup besar dibandingkan komponen semikonduktor.

Sebagai alternatif relay mekanik, dapat digunakan komponen semikonduktor yang difungsikan seperti relay sebagai sakelar. Berikut ini beberapa alternatif sakelar menggunakan komponen semikonduktor

Optocoupler Triac

Berikut ini rangkaian pengganti relay dengan menggunakan kompnen utama TRIAC dan Opto-triac

Rangkaian Triac dengan Optotriac

Opto triac berfungsi mengisolasi rangkaian batere 5 volt dengan rangkaian jala-jala listrik di sebelah kanan. Jika LED di dalam opto-triac menyala, maka opto-triac akan bersifat konduktif. Triac berfungsi sebagai sakelar. Kelebihan utama Triac adalah dapat berfungsi sebagai sakelar pada tegangan AC, tidak seperti transistor bipolar (BJT) ataupun MOSFET yang hanya dapat dilewati arus searah.

Resistor 33 ohm dan kapasitor 33 nF berfungsi sebagai snubber, yaitu untuk membuang lonjakan tegangan yang muncul pada beban terutama pada beban induktif seperti motor dan solenoid.

Batere 5 volt berfungsi sebagai sumber tegangan untuk menyalakan LED pada optotriac. Pada rangkaian sesungguhnya, batere 5 volt ini dapat diganti dengan mikrokontroler seperti Arduino atau ATmega.

Modul Solid State Relay (SSR)

Untuk praktisnya, umumnya rangkaian optotriac dan Triac dikemas dalam 1 kemasan yang kompak sebagai suatu modul, yang dikenal sebagai Solid State Relay (SSR).

Berikut ini contoh modul SSR yang ukurannya relatif besar, dapat menangani arus beban sampai dengan 40 ampere AC, dengan input kendali cukup fleksibel, berupa tegangan DC dari 3 volt sampai 32 volt.

Pada penggunaan SSR, perlu diperhatikan beban yang dipakai DC atau AC, karena SSR untuk AC hanya dapat dipakai untuk arus bolak-balik, terutama karena di dalamnya menggunakan komponen utama Triac yang hanya berfungsi baik pada arus bolak-balik.

Modul SSR yang lebih kecil juga ada, seperti OMRON G3MB berikut ini.

SSR Omron G3MB-202P

Modul SSR ini juga dijual sebagai modul yang sudah disolder, sehingga pengguna cukup menyambungkan kabel ke terminal yang sudah disediakan.

Modul SSR Omron G3MB202P

Rangkaian di dalam SSR pada umumnya menggunakan komponen semikonduktor Triac. Berikut ini contoh rangkaian SSR berbasis TRIAC (sumber)

Rangkaian SSR berbasis Triac

Rangkaian di atas mirip dengan rangkaian “Optocoupler Triac”, namun rangkaian ini sudah dilengkapi dengan beberapa fitur pengamanan:

  • Pada input DC dipasang D1 sebagai pengaman jika polaritas tegangan masuk terbalik
  • TR1 dan R2 berfungsi sebagai pengaman terhadap tegangan lebih dari input. Jika tegangan input tinggi, maka arus pada R2 tinggi, sehingga TR1 akan ON, dan dengan demikian mengurangi arus yang mengalir pada LED. Jika tidak ada TR1, ada kemungkinan LED akan rusak jika tegangan masuk terlalu tinggi
  • R1 berfungsi sebagai resistor pembatas arus pada LED
  • Dioda TVS (Transient Voltage Suppresion) berfungsi menekan tegangan lebih yang muncul pada AC Supply dan beban, terutama jika SSR ini dipakai untuk mengendalikan beban dengan sifat induktif.
  • RC Snubber berfungsi mengurangi tegangan lebih dari AC supply dan beban (LOAD).

Meskipun SSR umumnya menggunakan komponen utama Triac, ada juga yang menggunakan MOSFET. Berikut ini contoh rangkaian SSR berbasis MOSFET (sumber)

Rangkaian Solid State Relay berbasis MOSFET (sumber)

Contoh MOSFET SSR adalah PVT412 dari International Rectifier.

Berikut ini keuntungan SSR dibandingkan relay elektromekanik

  • SSR tidak menggunakan kumparan, sehingga otomatis SSR tidak menghasilkan medan magnet di sekitar SSR. Medan magnet dari relay elektromagnetik dapat mengganggu rangkaian lain.
  • SSR tidak menggunakan kontak mekanik, sehingga tidak timbul loncatan api seperti pada relay elektromekanik
  • SSR tidak bersuara
  • SSR seluruhnya menggunakan semikonduktor, tidak ada komponen mekanik, sehingga tidak ada masalah aus pada komponen mekanik
  • Tidak ada masalah ‘contact bounce’ yang muncul pada sakelar mekanik
  • SSR lebih cepat
  • SSR dapat dibuat supaya hanya melakukan fungsi sakelar ketika tegangan 0 pada kontak (zero crossing), sehingga mengurangi lonjakan tegangan (voltage spike)
  • SSR lebih kecil untuk ukuran arus yang sama

Berikut ini kekurangan SSR dibandingkan relay elektromekanik

  • Ada resistansi pada SSR ketika ON, sehingga SSR menghasilkan panas ketika sedang dalam kondisi ON
  • Ada arus bocor pada SSR ketika kondisi OFF. Hal ini berpengaruh pada keselamatan.
  • Sakelar SSR berfungsi sangat cepat, sehingga dapat menimbulkan interferensi
  • SSR jika rusak umumnya menjadi ON / short circuit, sedangkan relay umumnya ketika rusak menjadi OFF. Hal ini berpengaruh pada keselamatan.

Transistor BJT Sebagai Sakelar

Jika tidak diperlukan isolasi antara input dengan output, maka dapat digunakan transistor BJT (Bipolar Junction Transistor) ataupun MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) tanpa menggunakan optocoupler.

Berikut ini contoh transistor NPN yang dipakai sebagai sakelar.

Penguat output digital dengan transistor NPN
Penguat output digital dengan transistor NPN

Untuk dapat mengoperasikan transistor BJT sebagai sakelar, perlu diperhatikan bahwa transistor ada dalam 2 kondisi : ON dan OFF. Untuk transistor menjadi ON, maka arus basis pada transistor harus cukup besar. Pada rangkaian di atas, supaya transistor ON, maka dari mikrokontroler (pin OUT) perlu diberi tegangan tinggi (5 volt atau 3.3 volt). Nilai resistor pada basis perlu dipilih supaya transistor berada dalam kondisi saturasi. Untuk transistor menjadi OFF, dapat dilakukan dengan mengirimkan tegangan rendah pada basis transistor.

Untuk perhitungan detail, perlu memperhatikan karakteristik BJT yang dipakai, misalnya dengan menggunakan diagram karakteristik V-I pada transistor.

Transistor MOSFET Sebagai Sakelar

Berikut ini contoh rangkaian MOSFET kanal n sebagai sakelar.

Output Digital Mikrokontroler Dengan MOSFET
Output Digital Mikrokontroler Dengan MOSFET

MOSFET hanya memerlukan tegangan pada gate (G), tidak memerlukan arus pada gate, jadi berbeda dengan transistor yang memerlukan arus pada basis. Pada rangkaian di atas, MOSFET akan aktif (sakelar = ON) jika diberi tegangan tinggi dari mikrokontroler pada pin OUT. Tegangan yang dberikan harus lebih tinggi dari tegangan ambang pada gate MOSFET (Vth).

Untuk perhitungan detail, perlu memperhatikan karakteristik MOSFET yang dipakai, misalnya dengan menggunakan diagram karakteristik V-I pada transistor.

Referensi

Download

Rangkaian Penggerak Relay Untuk Mikroprosesor

Mikroprosesor/mikrokontroler perlu rangkaian tambahan untuk dapat mengendalikan relay. Relay sering digunakan untuk mengendalikan perangkat yang arusnya cukup besar, dengan hanya menggunakan arus kecil pada kumparannya. Namun demikian arus untuk mengendalikan kumparan dapat mencapai puluhan miliampere, sedangkan output dari rangkaian digital dan mikroprosesor umumnya hanya sanggup beberapa miliampere. Untuk itu diperlukan penguat agar output beberapa miliampere dapat mengendalikan relay yang beberapa puluh miliampere.

Berikut ini beberapa rangkaian yang diperlukan untuk mengendalikan relay.

Pertama-tama adalah pengendali relay yang menggunakan transistor tipe BJT (Bipolar Junction Transistor). BJT tetap memerlukan arus kecil untuk mengendalikannya.

Pada rangkaian-rangkaian ini, BJT hanya ada dalam 2 kondisi: OFF dan saturasi, tidak pernah dalam keadaan aktif. Hal ini untuk mengurangi disipasi daya pada BJT, karena pada kondisi OFF dan saturasi adalah keadaan di mana disipasi daya transistor minimal.

NPN Sederhana

Relay dengan transistor NPN
Relay dengan transistor NPN

NPN Darlington

Relay dengan NPN Darlington
Relay dengan NPN Darlington

PNP Sederhana

Relay dengan transistor PNP
Relay dengan transistor PNP

Berikut ini beberapa variasi menggunakan model emitter follower, di mana beban relay dipasang di emitter. Rangkaian-rangkaian ini dapat berfungsi, namun tidak praktis karena untuk NPN akan memerlukan tegangan basis yang lebih besar daripada VCC, sedangkan pada PNP akan memerlukan tegangan basisi yang lebih kecil dari GND, alias perlu tegangan negatif.

NPN Emitter Follower

Relay dengan NPN emitter follower
Relay dengan NPN emitter follower

NPN Emitter Follower Darlington

Relay dengan NPN Darlington emitter follower
Relay dengan NPN Darlington emitter follower

PNP Emitter Follower

Relay dengan NPN emitter follower
Relay dengan NPN emitter follower

PNP Emitter Follower

Relay dengan transistor PNP emitter follower
Relay dengan transistor PNP emitter follower

Berikut ini beberapa cara mengendalikan relay dengan MOSFET. Keuntungan MOSFET adalah dikendalikan tegangan berbeda dengan transistor BJT yang dikendalikan arus, sehingga praktis tidak memerlukan arus pada inputnya, cocok untuk komponen yang arusnya kecil.

Relay dengan MOSFET n-channel
Relay dengan MOSFET n-channel

Relay dengan MOSFET p-channel
Relay dengan MOSFET p-channel

Input pengendali rangkaian relay dapat berasal dari berbagai sumber. Pada contoh berikut ini sumbernya adalah gerbang logika AND. Pada prakteknya dapat diganti dengan gerbang logika apa saja. Yang perlu diperhatikan adalah berapa tegangan pada kondisi HIGH, berapa tegangan pada kondisi LOW, serta berapa arus maksimal yang diperbolehkan dari output gerbang logika tersebut.

Relay dengan input dari rangkaian logika digital
Relay dengan input dari rangkaian logika digital

Selain dari gerbang logika, dapat juga disambungkan dengan output dari mikroprosesor / mikrokontroler. Tekniknya sama dengan menyambungkan ke gerbang logika, karena prinsipnya mikroprosesor isinnya juga gerbang logika.

Relay dengan input dari mikrokontroler
Relay dengan input dari mikrokontroler

Jika tidak ingin repot dengan membuat rangkaian transistor, kita dapat memakai modul relay yang sudah jadi. Berikut ini contohnya. Detail di artikel “Modul Relay 5 volt

Modul relay HW-316

Referensi

ESP8266 Sebagai Pengendali Relay 5 V

Berikut ini diuraikan rancangan teoritis cara mengendalikan relay 5 volt dari mikroprosesor ESP8266.

Relay umumnya memerlukan arus beberapa puluh milliampere, sedangkan output dari mikrokontroler biasanya hanya beberapa miliampere, sehingga output mikrokontroler perlu diperkuat agar dapat mengendalikan relay.

Ada beberapa variasi rangkaian penguat tersebut yang populer, di antaranya sebagai berikut:

  • Rangkaian transistor BJT (Bipolar Junction Transistor)
  • Rangkaian MOSFET
  • Rangkaian dengan IC ULN2803

Pada tulisan ini diuraikan rangkaian dengan transistor BJT.

Berikut adalah ide dasar rangkaian penguat dengan 1 transistor [Sumber]

Kendali relay dengan transistor
Kendali relay dengan transistor

Cara Kerja Rangkaian

Chip Output pada gambar tersebut adalah output dari mikrokontroler. Pada kasus ini digunakan mikrokontroler ESP8266, sehingga kita perlu cek datasheet ESP8266 untuk mengetahui sifat tegangan dan arus pada pin output ESP8266 tersebut.

Data ESP8266 diambil dari https://nurdspace.nl/ESP8266#Digital_IO_pins.

Berikut ini tabel sifat pin digital IO tersebut:

Variables Symbol Min Max Units
Input Low Voltage Vil -0.3 0.25xV10 V
Input High Voltage Vih 0.75xV10 3.6 V
Input leakage current IIL 50 nA
Output Low Voltage VOL 0.1xV10 V
Output High Voltage VOH 0.8xV10 V
Input pin capacitance Cpad 2 pF
VDDIO V10 1.7 3.6 V
Current Imax 12 mA
Temperature Tamb -20 100 C

Tegangan power supply ESP8266 diasumsikan 3.3 volt, pada tabel tersebut tegangan ini adalah VDDIO atau V10.

Output HIGH pada pin output adalah VOH yaitu 0.8 x V10 = 0.8 x 3.3 volt = 2.64 volt

Output LOW pada pin output adalah VOL yaitu 0.1 x V10 = 0.1 x 3.3 volt = 0.33 volt

Transistor BJT pada sistem ini hanya punya 2 kondisi: Off dan saturasi. Jika output dari mikrokontroler LOW , maka transistor OFF. Jika output dari mikrokontroler HIGH , maka transistor akan saturasi.

Analisis Output LOW

Jika output LOW, maka tegangan pada transistor antara basis dan emitter (Vbe) adalah 0.33 volt. Tegangan ini kurang dari Vbe yang diperlukan untuk mengaktifkan transistor (0.6 volt), sehingga transistor akan berada dalam keadaan OFF.

Analisis Output HIGH

Jika output HIGH, maka tegangan pada transistor antara basis dan emitter (Vbe) adalah 2.64 volt dikurangi tegangan jatuh pada Rb. Tegangan jatuh pada Rb rumusnya adalah Rb x Ib. Pada tahap ini kita perlu menentukan berapa Ib yang kita inginkan.

Dari mikrokontroler ESP8266 disebutkan bahwa Imax adalah 12 miliampere, artinya arus maksimal pada port output adalah 12 miliampere. Untuk amannya kita pakai saja arus 1 miliampere, sehingga Ib = 1 miliampere. Sebaiknya kita ambil nilai yang di bawah 12 mA supaya Ib tidak melampaui 12 mA walaupun nilai komponen berbeda karena toleransi.

Vbe pada transistor diasumsikan 0.6 volt.

Dengan asumsi ini maka rangkaian pengganti pada output HIGH adalah sebagai berikut:

Rangkaian pengganti
Rangkaian pengganti

V2 adalah memodelkan output ESP8266 pada keadaan HIGH yaitu 2.64 volt

Rb adalah resistor antara output ESP8266 dan transistor.

Vbe adalah memodelkan tegangan antara pin basis dan emiter pada transistor.

Dari data tersebut maka dapat dihitung berapa nilai Rb yang diperlukan.

V2 = Ib x Rb + Vbe

Rb = (V2 – Vbe ) / 1 mA = (2.64-0.6) / 1 mA = 2040 ohm

Nilai Rb yang diperlukan adalah 2040 ohm. Resistor 2040 ohm tidak ada di deret E12 , jadi kita dapat dekati dengan 1800 ohm atau 2200 ohm. Namun kita mesti hitung ulang arus basis Ib pada kedua alternatif itu.

V2 = Ib x Rb + Vbe

Ib = (V2-Vbe)/Rb

Jika Rb=1800 maka Ib= (2.64-0.6)/1800 = 1.13 mA

Jika Rb=2200 maka Ib= (2.64-0.6)/2200 = 0.927 mA

Kita ambil saja Rb = 1800 ohm, dengan Ib = 1.13 mA. Lebih besar sedikit dari target 1 mA, tapi masih jauh di bawah batas 12 mA.

Memilih Transistor

Kita coba dulu menggunakan model transistor NPN yang umum di pasaran, misal 2N3904.

Transistor NPN 2N3904
Transistor NPN 2N3904

Sifat penting 2N3904 untuk aplikasi relay:

  • Arus kolektor maksimum 200 mA
  • Penguatan arus hfe=30 ~ 300. Nilai ini termasuk toleransi pabrik dan juga tergantung dari temperatur transistor.

Perhitungan arus kolektor maksimal:

Ic = hfe x Ib = 30 x 1.13 = 33.9 mA

Maka jika arus relay yang diperlukan kurang dari 33.9 mA, maka rangkaian ini dapat dipakai dengan Rb = 1800 mA.

Jika diperlukan arus relay lebih dari 33.9 mA, maka kita dapat melakukannya dengan memperbesar Ib dengan mengurangi nilai Rb.

Misal dengan Ib = 6 mA , maka Ic = 30 x 6 = 180 mA

Jika dengan memperbesar Ib arus kolektor masih di bawah yang diperlukan, maka kita perlu menggunakan 2 buah transistor supaya penguatan total dapat diperoleh.

Peranan Dioda

Pada rangkaian pengendali relay tersebut ada sebuah dioda yang arahnya ke atas. Dioda ini berfungsi agar ketika transistor dimatikan, arus dari kumparan relay akan masuk ke dioda tersebut, sehingga tidak menghantam transistor. Jika transistor dihantam arus dari kumparan, maka transistor dapat rusak. Tipe dioda yang dipakai tidak kritis asalkan dapat dilalui arus sebesar arus relay (asumsi puluhan mA), kita bisa pakai yang umum di pasaran seperti 1N4001.

Dioda silikon 1N4001
Dioda silikon 1N4001

Sumber