Percob

aan rangkaian relay 12 volt
Percob
aan rangkaian relay 12 volt
Pada suatu rangkaian elektronika, jika diperlukan suatu sakelar yang dikendalikan secara listrik , maka salah satu cara yang umum adalah menggunakan relay mekanik sebagai sakelar. Relay mekanik menggunakan suatu kumparan untuk menghasilkan medan magnet, dan medan magnet ini menggerakkan suatu sakelar mekanik.
Relay mekanik tidak dapat dihubungkan langsung ke suatu mikrokontroler, karena arus output dari mikrokontroler tidak cukup kuat untuk menggerakkan relay tersebut. Pada umumnya dapat digunakan transistor BJT ataupun MOSFET untuk memperkuat sinyal dari output mikrokontroler supaya dapat menggerakkan relay. Berikut ini contoh rangkaian transistor NPN yang dipakai untuk menggerakkan relay.
Relay mekanik cukup mudah digunakan, namun memiliki beberapa kekurangan:
Sebagai alternatif relay mekanik, dapat digunakan komponen semikonduktor yang difungsikan seperti relay sebagai sakelar. Berikut ini beberapa alternatif sakelar menggunakan komponen semikonduktor
Berikut ini rangkaian pengganti relay dengan menggunakan kompnen utama TRIAC dan Opto-triac
Opto triac berfungsi mengisolasi rangkaian batere 5 volt dengan rangkaian jala-jala listrik di sebelah kanan. Jika LED di dalam opto-triac menyala, maka opto-triac akan bersifat konduktif. Triac berfungsi sebagai sakelar. Kelebihan utama Triac adalah dapat berfungsi sebagai sakelar pada tegangan AC, tidak seperti transistor bipolar (BJT) ataupun MOSFET yang hanya dapat dilewati arus searah.
Resistor 33 ohm dan kapasitor 33 nF berfungsi sebagai snubber, yaitu untuk membuang lonjakan tegangan yang muncul pada beban terutama pada beban induktif seperti motor dan solenoid.
Batere 5 volt berfungsi sebagai sumber tegangan untuk menyalakan LED pada optotriac. Pada rangkaian sesungguhnya, batere 5 volt ini dapat diganti dengan mikrokontroler seperti Arduino atau ATmega.
Untuk praktisnya, umumnya rangkaian optotriac dan Triac dikemas dalam 1 kemasan yang kompak sebagai suatu modul, yang dikenal sebagai Solid State Relay (SSR).
Berikut ini contoh modul SSR yang ukurannya relatif besar, dapat menangani arus beban sampai dengan 40 ampere AC, dengan input kendali cukup fleksibel, berupa tegangan DC dari 3 volt sampai 32 volt.
Pada penggunaan SSR, perlu diperhatikan beban yang dipakai DC atau AC, karena SSR untuk AC hanya dapat dipakai untuk arus bolak-balik, terutama karena di dalamnya menggunakan komponen utama Triac yang hanya berfungsi baik pada arus bolak-balik.
Modul SSR yang lebih kecil juga ada, seperti OMRON G3MB berikut ini.
Modul SSR ini juga dijual sebagai modul yang sudah disolder, sehingga pengguna cukup menyambungkan kabel ke terminal yang sudah disediakan.
Rangkaian di dalam SSR pada umumnya menggunakan komponen semikonduktor Triac. Berikut ini contoh rangkaian SSR berbasis TRIAC (sumber)
Rangkaian di atas mirip dengan rangkaian “Optocoupler Triac”, namun rangkaian ini sudah dilengkapi dengan beberapa fitur pengamanan:
Meskipun SSR umumnya menggunakan komponen utama Triac, ada juga yang menggunakan MOSFET. Berikut ini contoh rangkaian SSR berbasis MOSFET (sumber)
Contoh MOSFET SSR adalah PVT412 dari International Rectifier.
Berikut ini keuntungan SSR dibandingkan relay elektromekanik
Berikut ini kekurangan SSR dibandingkan relay elektromekanik
Jika tidak diperlukan isolasi antara input dengan output, maka dapat digunakan transistor BJT (Bipolar Junction Transistor) ataupun MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) tanpa menggunakan optocoupler.
Berikut ini contoh transistor NPN yang dipakai sebagai sakelar.
Untuk dapat mengoperasikan transistor BJT sebagai sakelar, perlu diperhatikan bahwa transistor ada dalam 2 kondisi : ON dan OFF. Untuk transistor menjadi ON, maka arus basis pada transistor harus cukup besar. Pada rangkaian di atas, supaya transistor ON, maka dari mikrokontroler (pin OUT) perlu diberi tegangan tinggi (5 volt atau 3.3 volt). Nilai resistor pada basis perlu dipilih supaya transistor berada dalam kondisi saturasi. Untuk transistor menjadi OFF, dapat dilakukan dengan mengirimkan tegangan rendah pada basis transistor.
Untuk perhitungan detail, perlu memperhatikan karakteristik BJT yang dipakai, misalnya dengan menggunakan diagram karakteristik V-I pada transistor.
Berikut ini contoh rangkaian MOSFET kanal n sebagai sakelar.
MOSFET hanya memerlukan tegangan pada gate (G), tidak memerlukan arus pada gate, jadi berbeda dengan transistor yang memerlukan arus pada basis. Pada rangkaian di atas, MOSFET akan aktif (sakelar = ON) jika diberi tegangan tinggi dari mikrokontroler pada pin OUT. Tegangan yang dberikan harus lebih tinggi dari tegangan ambang pada gate MOSFET (Vth).
Untuk perhitungan detail, perlu memperhatikan karakteristik MOSFET yang dipakai, misalnya dengan menggunakan diagram karakteristik V-I pada transistor.
Referensi
MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) dapat menggantikan relay pada beberapa kondisi tertentu, namun tidak semua rangkaian relay dapat digantikan dengan MOSFET.
Berikut ini contoh relay yang dikendalikan melalui sebuah transistor NPN. Terminal OUT dapat berasal dari rangkaian digital seperti mikrokontroler ataupun Arduino. Transistor NPN diperlukan karena arus dari rangkaian digital biasanya tidak cukup kuat untuk dapat langsung menggerakkan relay.
Cara kerja rangkaian di atas dapat dilihat di artikel “Cara Kerja Rangkaian Penggerak Relay Dengan Transistor NPN”
Berikut ini contoh rangkain sakelar menggunakan sebuah MOSFET kanal N. Cara kerja rangkaian dijelaskan di artikel “Teknik Menggunakan MOSFET Sebagai Sakelar“.
Perbandingan MOSFET dan relay sebagai sakelar:
MOSFET | Relay |
Resistansi ON ada, kurang dari 1 ohm. Misal untuk IRF520, Rds-on adalah 0.27 ohm | Resistansi ketika ON praktis tidak ada (0 ohm) |
Ada arus bocor beberapa mikro ampere ketika OFF | Praktis tidak ada arus bocor ketika OFF |
Ketika OFF, arus terblokir hanya untuk 1 arah saja, sedangkan jika arus dibalik, maka umumnya dapat lewat. | Ketika OFF, arus terblokir untuk dua arah. Jadi relay dapat dipakai untuk arus bolak-balik |
Rangkaian pengendali dan rangkaian yang dikendalikan tidak terisolasi secara galvanis. Dalam contoh rangkaian di atas, rangkaian pengendali dan yang dikendalikan mempunyai ground (GND) yang sama. | Rangkaian pengendali dan rangkaian yang dikendalikan terisolasi secara galvanis. |
Tegangan Drain-Source hanya dapat bertahan sampai suatu batas tertentu. | Relatif tahan terhadap lonjakan tegangan (spike) |
Ukuran kecil | Ukuran besar |
Umur siklus panjang | Umur siklus pendek, endurance 50 juta sampai 100 juta siklus. |
Switching time (perubahan ON ke OFF dan sebaliknya) cepat. | Switching time (perubahan ON ke OFF dan sebaliknya) lambat, dalam orde 20 ms |
Mikroprosesor/mikrokontroler perlu rangkaian tambahan untuk dapat mengendalikan relay. Relay sering digunakan untuk mengendalikan perangkat yang arusnya cukup besar, dengan hanya menggunakan arus kecil pada kumparannya. Namun demikian arus untuk mengendalikan kumparan dapat mencapai puluhan miliampere, sedangkan output dari rangkaian digital dan mikroprosesor umumnya hanya sanggup beberapa miliampere. Untuk itu diperlukan penguat agar output beberapa miliampere dapat mengendalikan relay yang beberapa puluh miliampere.
Berikut ini beberapa rangkaian yang diperlukan untuk mengendalikan relay.
Pertama-tama adalah pengendali relay yang menggunakan transistor tipe BJT (Bipolar Junction Transistor). BJT tetap memerlukan arus kecil untuk mengendalikannya.
Pada rangkaian-rangkaian ini, BJT hanya ada dalam 2 kondisi: OFF dan saturasi, tidak pernah dalam keadaan aktif. Hal ini untuk mengurangi disipasi daya pada BJT, karena pada kondisi OFF dan saturasi adalah keadaan di mana disipasi daya transistor minimal.
NPN Sederhana
NPN Darlington
PNP Sederhana
Berikut ini beberapa variasi menggunakan model emitter follower, di mana beban relay dipasang di emitter. Rangkaian-rangkaian ini dapat berfungsi, namun tidak praktis karena untuk NPN akan memerlukan tegangan basis yang lebih besar daripada VCC, sedangkan pada PNP akan memerlukan tegangan basisi yang lebih kecil dari GND, alias perlu tegangan negatif.
NPN Emitter Follower
NPN Emitter Follower Darlington
PNP Emitter Follower
PNP Emitter Follower
Berikut ini beberapa cara mengendalikan relay dengan MOSFET. Keuntungan MOSFET adalah dikendalikan tegangan berbeda dengan transistor BJT yang dikendalikan arus, sehingga praktis tidak memerlukan arus pada inputnya, cocok untuk komponen yang arusnya kecil.
Input pengendali rangkaian relay dapat berasal dari berbagai sumber. Pada contoh berikut ini sumbernya adalah gerbang logika AND. Pada prakteknya dapat diganti dengan gerbang logika apa saja. Yang perlu diperhatikan adalah berapa tegangan pada kondisi HIGH, berapa tegangan pada kondisi LOW, serta berapa arus maksimal yang diperbolehkan dari output gerbang logika tersebut.
Selain dari gerbang logika, dapat juga disambungkan dengan output dari mikroprosesor / mikrokontroler. Tekniknya sama dengan menyambungkan ke gerbang logika, karena prinsipnya mikroprosesor isinnya juga gerbang logika.
Jika tidak ingin repot dengan membuat rangkaian transistor, kita dapat memakai modul relay yang sudah jadi. Berikut ini contohnya. Detail di artikel “Modul Relay 5 volt”
Referensi
Berikut ini diuraikan rancangan teoritis cara mengendalikan relay 5 volt dari mikroprosesor ESP8266.
Relay umumnya memerlukan arus beberapa puluh milliampere, sedangkan output dari mikrokontroler biasanya hanya beberapa miliampere, sehingga output mikrokontroler perlu diperkuat agar dapat mengendalikan relay.
Ada beberapa variasi rangkaian penguat tersebut yang populer, di antaranya sebagai berikut:
Pada tulisan ini diuraikan rangkaian dengan transistor BJT.
Berikut adalah ide dasar rangkaian penguat dengan 1 transistor [Sumber]
Chip Output pada gambar tersebut adalah output dari mikrokontroler. Pada kasus ini digunakan mikrokontroler ESP8266, sehingga kita perlu cek datasheet ESP8266 untuk mengetahui sifat tegangan dan arus pada pin output ESP8266 tersebut.
Data ESP8266 diambil dari https://nurdspace.nl/ESP8266#Digital_IO_pins.
Berikut ini tabel sifat pin digital IO tersebut:
Variables | Symbol | Min | Max | Units |
---|---|---|---|---|
Input Low Voltage | Vil | -0.3 | 0.25xV10 | V |
Input High Voltage | Vih | 0.75xV10 | 3.6 | V |
Input leakage current | IIL | – | 50 | nA |
Output Low Voltage | VOL | – | 0.1xV10 | V |
Output High Voltage | VOH | 0.8xV10 | – | V |
Input pin capacitance | Cpad | – | 2 | pF |
VDDIO | V10 | 1.7 | 3.6 | V |
Current | Imax | – | 12 | mA |
Temperature | Tamb | -20 | 100 | C |
Tegangan power supply ESP8266 diasumsikan 3.3 volt, pada tabel tersebut tegangan ini adalah VDDIO atau V10.
Output HIGH pada pin output adalah VOH yaitu 0.8 x V10 = 0.8 x 3.3 volt = 2.64 volt
Output LOW pada pin output adalah VOL yaitu 0.1 x V10 = 0.1 x 3.3 volt = 0.33 volt
Transistor BJT pada sistem ini hanya punya 2 kondisi: Off dan saturasi. Jika output dari mikrokontroler LOW , maka transistor OFF. Jika output dari mikrokontroler HIGH , maka transistor akan saturasi.
Jika output LOW, maka tegangan pada transistor antara basis dan emitter (Vbe) adalah 0.33 volt. Tegangan ini kurang dari Vbe yang diperlukan untuk mengaktifkan transistor (0.6 volt), sehingga transistor akan berada dalam keadaan OFF.
Jika output HIGH, maka tegangan pada transistor antara basis dan emitter (Vbe) adalah 2.64 volt dikurangi tegangan jatuh pada Rb. Tegangan jatuh pada Rb rumusnya adalah Rb x Ib. Pada tahap ini kita perlu menentukan berapa Ib yang kita inginkan.
Dari mikrokontroler ESP8266 disebutkan bahwa Imax adalah 12 miliampere, artinya arus maksimal pada port output adalah 12 miliampere. Untuk amannya kita pakai saja arus 1 miliampere, sehingga Ib = 1 miliampere. Sebaiknya kita ambil nilai yang di bawah 12 mA supaya Ib tidak melampaui 12 mA walaupun nilai komponen berbeda karena toleransi.
Vbe pada transistor diasumsikan 0.6 volt.
Dengan asumsi ini maka rangkaian pengganti pada output HIGH adalah sebagai berikut:
V2 adalah memodelkan output ESP8266 pada keadaan HIGH yaitu 2.64 volt
Rb adalah resistor antara output ESP8266 dan transistor.
Vbe adalah memodelkan tegangan antara pin basis dan emiter pada transistor.
Dari data tersebut maka dapat dihitung berapa nilai Rb yang diperlukan.
V2 = Ib x Rb + Vbe
Rb = (V2 – Vbe ) / 1 mA = (2.64-0.6) / 1 mA = 2040 ohm
Nilai Rb yang diperlukan adalah 2040 ohm. Resistor 2040 ohm tidak ada di deret E12 , jadi kita dapat dekati dengan 1800 ohm atau 2200 ohm. Namun kita mesti hitung ulang arus basis Ib pada kedua alternatif itu.
V2 = Ib x Rb + Vbe
Ib = (V2-Vbe)/Rb
Jika Rb=1800 maka Ib= (2.64-0.6)/1800 = 1.13 mA
Jika Rb=2200 maka Ib= (2.64-0.6)/2200 = 0.927 mA
Kita ambil saja Rb = 1800 ohm, dengan Ib = 1.13 mA. Lebih besar sedikit dari target 1 mA, tapi masih jauh di bawah batas 12 mA.
Kita coba dulu menggunakan model transistor NPN yang umum di pasaran, misal 2N3904.
Sifat penting 2N3904 untuk aplikasi relay:
Perhitungan arus kolektor maksimal:
Ic = hfe x Ib = 30 x 1.13 = 33.9 mA
Maka jika arus relay yang diperlukan kurang dari 33.9 mA, maka rangkaian ini dapat dipakai dengan Rb = 1800 mA.
Jika diperlukan arus relay lebih dari 33.9 mA, maka kita dapat melakukannya dengan memperbesar Ib dengan mengurangi nilai Rb.
Misal dengan Ib = 6 mA , maka Ic = 30 x 6 = 180 mA
Jika dengan memperbesar Ib arus kolektor masih di bawah yang diperlukan, maka kita perlu menggunakan 2 buah transistor supaya penguatan total dapat diperoleh.
Pada rangkaian pengendali relay tersebut ada sebuah dioda yang arahnya ke atas. Dioda ini berfungsi agar ketika transistor dimatikan, arus dari kumparan relay akan masuk ke dioda tersebut, sehingga tidak menghantam transistor. Jika transistor dihantam arus dari kumparan, maka transistor dapat rusak. Tipe dioda yang dipakai tidak kritis asalkan dapat dilalui arus sebesar arus relay (asumsi puluhan mA), kita bisa pakai yang umum di pasaran seperti 1N4001.